Wisata Kampung Adat Kuta Ciamis Yang Masih Melekat Kuat

Wisata Kampung Adat Kuta Ciamis Yang Masih Melekat Kuat

Suasana Panen Raya di Kampung Kuta
Suasana Panen Raya di Kampung Kuta

Kampung Kuta Tambaksari Ciamis Jawa Barat yakni satu buah dusun adat yang hingga sekarang ini tetap teguh memegang budaya adat leluhurnya. Komunitas ini berada di Desa Karangpaninggal Kecamatan Tambaksari, sekitar 60 Kilometer dari Kota Ciamis ke arah timur. Kampung Kuta terdiri atas 2 RW & 4 RT. Kampung ini berbatasan denga Dsn. Cibodas disebelah utara, Dusun Margamulya di sebelah barat, & di sebelah selatan & timur bersama Sungai Cijulang, yang sekaligus perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. 

Suasana Kampung Kuta 

Nama Kampung Kuta ini diberikan karena cocok dengan tempat Kampung Kuta yang berada di lembah yang curam, kurang lebih 75 meter, & dikelilingi oleh tebing-tebing/perbukitan. Dalam bahasa Sunda buhun, Kuta artinya pagar tembok. 

Gerbang Masuk Kampung Kuta
Gerbang Masuk Kampung Kuta 


Ada sekian banyak cerita tentang asal usul Kampung Kebiasaan Kuta. Masyarakat setempat yakin, peristiwa Kampung Kuta berkenaan dgn pendirian kerajaan Galuh. Kampung Kuta konon awalnya dipersiapkan sbg ibukota kerajaan Galuh, tetapi tak menjadi.


Adat Kebiasaan yang Tetap Dipertahankan 

Kearifan lokal yang dipegang oleh penduduk Kampung Kuta sukses menjaga keseimbangan alam & terpeliharanya tatanan hidup bermasyarakat. Salah satu yang menonjol merupakan dalam elemen pelestarian hutan, mata air & pohon aren utk sumber kehidupan mereka. 

Warga Adat mempunyai hutan keramat atau dinamakan Leuweung Gede yang tidak jarang didatangi oleh beberapa orang yg mau memperoleh keselamatan & kebahagiaan hidup. Tetapi, teramat dipantang meminta sesuatu yg menunjukkan ketamakan seperti ketajiran. 

Untuk memasuki wilayah hutan keramat diberlakukan sebanyak larangan. Yakni antara lain : tak boleh menggunakan & merusak sumber daya hutan, memanfaatkan pakaian Lembaga, memanfaatkan perhiasan emas, memanfaatkan pakaian hitam-hitam, mengambil tas, menggunakan alas kaki, meludah, & berbuat gaduh. Bahkan pun tak boleh memanfaatkan alas kaki. 

Seluruhnya larangan-larangan tersebut bertujuan utk menjaga hutan tak tercemar & konsisten lestari. Sehingga tak heran di Leuweung Gede masihlah tampak kayu-kayu agung & lanjut usia. diluar itu, sumber air tetap terjaga bersama baik. dipinggir hutan tidak sedikit mata air yg bersih & tidak jarang dimanfaatkan utk mencuci muka. Sebab ketaatannya dalam menjaga kelestarian lingkungannya, terhadap Th 2002 Kampung Kuta mendapatkan penghargaan Kalpataru utk jenis Penyelamat Lingkungan. 

Pesawahan di Kampung Kuta
Pesawahan di Kampung Kuta
Larangan-larangan lain yg berlaku diluar Leuweung Gede namun tetap termasuk juga wilayah Kampung Kuta serta wajib dipatuhi, seperti larangan membangun hunian bersama atap genting, mengubur jenazah di Kampung Kuta, memperlihatkan hal-hal yg bersifat memamerkan ketajiran yg dapat memunculkan persaingan, mementaskan kesenian yg mengandung lakon & narasi, contohnya wayang. 

Salah Satu Hunian di Kampung Kuta
Salah Satu Hunian di Kampung Kuta 
Larangan-larangan tersebut bila dilanggar diyakini oleh warga dapat menyebabkan malapetaka bagi mereka yg melanggarnya. 

Keunikan yang lain, masyarakat Kampung Kuta dilarang menciptakan sumur. Air buat kebutuhan sehari-hari mesti diambil dari mata air. Larangan tersebut barangkali sebab keadaan tanah di kampung yg labil & dikhawatirkan mampu merusak kontur tanah. 

Calon Ibukota Kerajaan yang tidak jadi 

Wisata Kampung Adat Kuta Ciamis diwaktu itu sang raja yang bernama Ki Ajar Sukaresi hendak mendirikan pusat kerajaan. Sehingga dipilihlah suatu ruang yg terletak di lembah yg dikelilingi oleh tebing sedalam lebih kurang 75 m di area pembangunan pusat kerajaan itu. Ruangan inilah yang sekarang jadi Kampung Kuta. 

Sang raja dulu memerintahkan rakyatnya buat membangun satu buah keraton. Tetapi kala semua persiapan sudah dibuat pula bahan-bahan buat membangun keratorn sudah terkumpul, Sang Prabu baru menyadari bahwa ruang tersebut tak pas buat dijadikan pusat kerajaan dikarenakan “tidak memenuhi Patang Ewu Domas”. Sehingga, atas saran para bawahannya diputuskan buat mencari tempat baru. 

Berbekal sekepal tanah dari kedua keratonnya di Kampung Kuta juga sebagai kenang-kenangan, Sang Prabu & para punggawa pergi mencari rung baru. Sesudah lakukan perjalanan sekian banyak hri, rombongan hingga di satu buah ruangan yg tinggi. Sang Prabu dulu melihat-lihat ke sekeliling buat meneliti apakah ada lokasi yg sesuai utk membangun Ibukota. Konon, ruangan dia melihat-lihat itu kini bernama Tenjolaya (tenjo dalam bahasa Sunda berarti saksikan). 

Waktu Sang Prabu menyaksikan ke arah barat, dirinya menyaksikan hutan rimba menghijau yg terhampar luas. Beliau seterusnya melemparkan kepalan tanah yg dibawanya dari Kuta ke arah itu. Kepalan tersebut jatuh di sebuah lokasi yg sekarang ini bernama “Kepel”. Tanah yang dilemparkan tersebut sekarang beralih jadi sebidang sawah yg datar bersama tanah berwarna hitam seperti bersama tanah di Kuta. Sedangkan tanah di sekitarnya berwarna merah. 

Sang Prabu beserta rombongan menambahkan perjalanannya hingga di sebuah pedataran yg subur di pinggir Sungai Cimuntur & Sungai Citanduy. Di sanalah dulu beliau mendirikan kerajaan. Ruangan tersebut sekarang ini dinamakan Karang Kamulyan. Baca : Merekontruksi Legenda Ciung Wanara di Web Karangkamulyan. 

Narasi seterusnya serupa dengan kisah Ciung Wanara dalam naskah Wawacan Sajarah Galuh. Sang Prabu seterusnya memutuskan utk mandeg pandita di Gunung Padang. Tahta Kerajaan beliau titipkan terhadap sang patih bernama Aria Kebondan. 

Kepergian Sang Prabu meninggalkan dua orang istri, adalah Dewi Naganingrum yg sedang mengandung & Dewi Pangrenyep. Dikala Dewi Naganingrum melahirkan, Dewi Pangrenyep menukarkan bayinya bersama seekor anak anjing. Bayi itu seterusnya dihanyutkan ke Sungai Citanduy. 

Mengetahui Dewi Naganingrum beranak seekor anjing, Aria Kebondan yg jadi raja di Galuh jadi malu. Dulu menyuruh Lengser membunuhnya. Tapi, sang Lengser tidak tega membunuh sang dewi. Dirinya cuma menyembunyikannya di Kuta. 

Adapun bayi yg dibuang ke Sungai Citanduy setelah itu ditemukan oleh Aki Balangantrang yg setelah itu dipungut & diasuh sampai remaja & diberinama Ciung Wanara. Area Aki Balangantrang mengasuh Ciung Wanara tersebut bernama “Geger Sunten”, berjarak kira kira 6 kilo meter dari Kuta. 

Ciung Wanara seterusnya merebut kembali Kerajaan Galuh dari Aria Kebondan lewat turnamen sabung ayam, layaknya yg diceritakan dalam naskah. Sesudah Ciung Wanara jadi raja, Lengser serta menjemput Dewi Naganingrum maka dapat berkumpul kembali bersama anaknya. 

Cerita Tuan Batasela & Aki Bumi. 

Objek Wisata Kampung Adat Kuta Ciamis - Terkecuali narasi diatas, Kampung Kuta pula menyangkut dgn narasi Tuan Batasela & Aki Bumi. Diceritakan bahwa second ibukota Galuh yg diterlantarkan selagi sekian banyak lama tersebut menarik perhatian Raja Cirebon & Raja Mataram. Masing-masing raja tersebut seterusnya mengirimkan utusannya utk menyelidiki kondisi di Kampung Kuta. Raja Cirebon mengutus Aki Bumi, sedang Raja Mataram mengutus Tuan Batasela. 

Sebelum ke Kuta, Raja Cirebon berpesan terhadap sang utusan bahwa apabila didahului oleh utusan dari Mataram, dia tak boleh memaksa menguasai Kuta. Dia mesti mengundurkan diri, tapi tak boleh pulang ke Cirebon & mesti tetap berdiam di lebih kurang daerah itu hingga mati. 

Pesan yang sama serta didapat oleh Tuan Batasela. Pergilah ke-2 utusan tersebut dari kerajaannya masing-masing. Tuan Batasela berlangsung lewat Sungai Cijolang hingga di satu buah kampung. Dirinya dulu beristirahat di sana sewaktu satu tengah malam. Jalan yg dilaluinya tersebut sampai kini tetap tidak jarang dilalui orang buat menyeberang dari Jawa Tengah ke jabar bernama penyebrangan “Pongpet”. 

Adapun Aki Bumi, dari Cirebon cepat menuju ke Kampung Kuta bersama lewat suatu jalan curam, yg hingga disaat ini masihlah ada & dikasih nama “Regol”, maka tiba lebih lalu di Kampung Kuta. Sesampainya di Kuta, Aki Bumi menemui para tetua kampung & laksanakan penertiban-penertiban, seperti menciptakan jalan ke hutan & menciptakan ruang peristirahatan dipinggir situ yg dinamakan “Pamarakan”. 

Lantaran sudah didahului oleh utusan dari Cirebon, Tuan Batasela setelah itu konsisten bermukim di kampung lokasi beliau bermalam, yg terletak di utara Kampung Kuta. Konon, utusan dari Mataram itu kekurangan makanan, dulu meminta-minta terhadap penduduk di Kampung itu, namun ga ada yg ingin berikan. 

Keluarlah umpatan & sumpah dari Tuan Batasela yg menyampaikan bahwa, “Di seterusnya hri, tak dapat ada orang yg tajir di Kampung itu.” Konon, kutukan tersebut terbukti. Sampai kini rakyat di kampung tersebut tiada yang kaya. Dikarenakan menderita tetap, Tuan Batasela selanjutnya bunuh diri dengan keris. Darah yg ke luar dari lukanya berwarna putih, dulu mengalir menempa parit yg seterusnya dinamakan “Cibodas”. Kampung itu juga dikasih nama Kampung Cibodas. 

Tuan Batasela dimakamkan di tengah-tengah persawahan di sebelah utara Kampung Cibodas. Makamnya masihlah ada sampai sekarang ini. Aki Bumi konsisten jadi penjaga (kuncen) Kampung Kuta hingga wafat. Dirinya dulu dimakamkan dgn keluarganya di tengah-tengah Kampung, yg waktu ini termasuk juga Kampung Margamulya. Ruang makam itu dinamakan “Pemakaman Aki Bumi”. 

Sesudah keturunan Aki Bumi tak ada lagi, Raja Cirebon memerintahkan supaya yg jadi kuncen di Kampung Kuta berikutnya ialah beberapa orang yg dipercayai oleh Aki Bumi, ialah para leluhur kuncen Kampung Kuta waktu ini. 

Kehidupan Berkesenian di Kampung Kuta 

Objek Wisata Kampung Adat Kuta Ciamis - Pesawahan di Kampung Kuta Biarpun terikat aturan-aturan tradisi, warga Kampung Kuta mengenal & menggemari bermacam kesenian yg dipakai yang merupakan fasilitas hiburan. Baik kesenian tradisional seperti calung, reog, sandiwara (drama Sunda), tagoni (terbang), kliningan, jaipongan, kasidah, ronggeng, hingga kesenian modis dangdut. 

Pertunjukan kesenian biasa dilaksanakan terhadap dikala mengadakan selamatan/hajatan terutama perkawinan & penerimaan tamu kampung. 

Panen Raya di Kampung Kuta
Panen Raya di Kampung Kuta

Upacara Tradisi Nyuguh 

Objek Wisata Kampung Adat Kuta Ciamis - Salah satu upacara tradisi yg teratur dilakukan ialah upacara kebiasaan Nyuguh. Upacara ini dilaksanakan kepada tanggal 25 Shapar kepada tiap-tiap tahunnya. Pas adat leluhur, program nyuguh mesti dilakukan di tepi Sungai Cijolang yg berbatasan cepat bersama Kab Cilacap, Jawa Tengah. 

Konon, sempat satu kali program nyuguh tidak dilaksanakan, tiba-tiba semua kampung mendapat musibah. Padi yg siap panen rusak, banyaknya hewan ternak mati. Masyarakat menyakini kerusakan itu berjalan dikarenakan “utusan” Padjadjaran itu tak disuguhi makanan. Alhasil mereka serta mencari makanan sendiri secara merusak kampung. 


Inap Desa di Kampung Kuta 

Objek Wisata Kampung Adat Kuta Ciamis Terbaru - Bagi kamu yg berkeinginan buat menginap di Kampung Etika Kuta, sedia Inap Desa sekitar 50 (lima puluh) hunian dgn kapasitas 3 (tiga) orang tiap-tiap rumahnya. Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kab Ciamis, jabar. Adapun nomer yg dapat dihubungi yakni Telp. : +62 812 2281 3316 (Bp. Wendry). Ayo kapan ke sana?


Aksesibilitas Menuju Kampung Kuta 

Untuk menuju Kampung Kuta bisa ditempuh dari kota Ciamis kira kira 34 kilometer. Visitor bisa memanfaatkan mobil angkutan umum hingga ke Kecamatan Rancah & dilanjutkan memanfaatkan motor sewaan atau ojeg. Keadaan jalan berupa aspal berkelok-kelok juga disertai tanjakan yang curam. Bila lewat Kecamatan Tambaksari bisa juga memanfaatkan kendaraan umum mobil sewaan atau ojeg dengan keadaan jalan yang sama.






Referensi dari wisataciamis.info. Sumber dari wisata kota banjar, Semoga bermanfaat!


0 Response to "Wisata Kampung Adat Kuta Ciamis Yang Masih Melekat Kuat"

Posting Komentar